Halaman

Jumat, 20 Juli 2012

Seseorang di Salaran


Sisi Lain
Aku melihat dia pertama kali beberapa bulan lalu. Saat itu aku baru pulang dari Semarang. Desaku terletak agak jauh dari jalan raya, oleh karena itu terdapat sebuah pangkalan ojek di pertigaan jalan masuk desaku, sebuah pangkalan ojek yang sudah usang, tergerus oleh kesombongan zaman. Betapa tidak.. sekarang sudah tidak ada lagi pengguna jasa ojek, orang-orang sudah punya motor sendiri, meski dengan cara kreditpun.

Dia terpekur sendirian di pojokan pangkalan ojek itu, beralaskan gombal-gombal bekas, berpagarkan secarik terpal usang, beratapkan seng-seng bolong, sisa sisa pangkalan ojek yang tak terawat. Disitu pula biasanya aku menanti angkot sewaktu akan pergi.
Rambutnya gimbal, pakaiannya compang-camping, layak jika hatikku berbisik “ orang gila “ sesaat aku melihatnya.

Beberapa minggu berlalu, akupun pulang kembali. Aku melihat pemandangan yang sama di tempat itu, dia masih disitu. Tapi ada sesuatu yang berbeda.. pangkalan ojek itu kini terlihat bersih dan lebih “hidup” dari pada sebelum orang itu berada disitu..
Dirumah aku bertanya, siapa sebenarnya orang yang ada di pangkalan ojek itu. Berita yang beredar di masyarakat adalah bahwa sebenarnya orang itu adalah “orang pintar”, dan banyak orang-orang yang minta petuah pada saat malam, dan katanya ia tak pernah kekurangan makanan, bahkan rokok. Itu karena orang yang datang memberikan makanan plus rokok kepadanya.

Rasa penasaranku bertambah, dan malam itu ku putuskan untuk melakukan “survey”, dan benar saja, ada 2 sepeda motor parkir di ojekan tua itu, 4 orang tampak berkumpul mengelilingi sebuah lilin remang, di dalam pojok ojekan berpagar terpal. Seorang berambut gimbal itu tampak sedang menulis dalam selembar kertas, entah apa.. aku tak tahu..

Aku masih berfikir.. sebegitu bodohkah orang – orang di sekitar kita yang bahkan percaya kepada seorang gila.. pikirku. Namun langsung di bantah oleh pernyataan ibukku, bahwa katanya orang itu mengerti maksud seseorang ketika ia datang padanya, sebelum orang itu menyampaikan maksudnya. Ketika aku bertanya pada ibuku, pernahkah ia berkunjung ?, jawabannya adalah belum.

Hatiku semakin penasaran dengan gossip-gosip yang beredar di masyarakat bahwa katanya dia adalah seorang yang sedang melakukan “tapa ngrame” yaitu bertapa di tempat yang ramai, mungkin itu terjemahan yang aku perkirakan. Yang ada di benakku adalah pertanyaan-pertanyaan rancu, tentang seberapa hebatkah dia, seperti apakah keyakinan dia, hingga aku merasa ingin menemuinya.

Suatu hari aku berangkat ke semarang, waktu itu tidak ada yang mengantarku, hingga aku harus berjalan kaki, dan bisa ditebak, bahwa aku pasti akan berhenti di ojekan tua itu dan bertemu dengan “orang pintar” itu.

Benar saja.. aku sampai di ojekan, dengan berbahasa jawa aku mengucapkan permisi untuk duduk di bekas ojekan itu, di dekat orang itu. Dan dengan bahasa yang luwes pula dia menjawab “monggo”. Dia asik memainkan kartu-kartu remi, sambil sesekali mengucapkan angka – angkanya dengan suara yang agak keras.. Hatiku terus bergolak, aku ingin tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan, meski aku tak berani harus memulai pembicaraan dari mana, tapi aku yakin jika dia benar-benar bukan orang gila, pasti nyambung diajak bicara.

Di tengah kegundahanku, tiba-tiba ia bertanya, “ Badhe tindak pundi mas.?” . sungguh aku tak menyangka, aku tekejut bukan main, dan akhirnya ku jawab sembari menenangkan diri, bahwa aku mau pergi ke Semarang. Perlahan keberanianku muncul, akhirnya aku mulai bertanya.. sebenarnya dia berasal dari mana.

Dia terdiam sesaat.. menimbulkan kekawatiran di hatiku, meskipun akhirnya dia angkat bicara juga, bahkan dia rela bercerita lebih dari apa yang aku pertanyakan. Dia berasal dari Malang, sebuah kota yang sudah tidak asing lagi buatku, meski aku tak hapal betul kota Malang, tapi aku semakin tahu darimana asalnya ketika ia bilang berasal dari sebuah pemukiman di pinggiran Kali Brantas, sebelah jembatan arah menuju terminal Gadang. Daerah itu sering ku lalui ketika aku pergi ke Malang naik kereta api.
Kemudian lebih jauh aku bertanya, tentang maksudnya dia menjadi seperti ini, apa tujuannya…

Dan akhirnya semua pertanyaanku terjawab sudah, dia bercerita panjang lebar tentang kehidupan dan tentang hidup pada umumnya, tentang masa lalu kelamnya, hingga ia mengamputasi telapak kakinya di rel kereta di sisi stasiun Kota Baru. Cara bercerita yang lugas, dengan bahasa Jawa yang bagus menurutku.

Namun dibalik semua itu dia tak menyiratkan sebuah “kepintaran” yang seperti di ceritakan orang-orang, semua yang aku dengar terkesan bahwa itu adalah curhatnya… hemmh.. atau mungkin dia begitu pandai menyembunyikan sesuatu yang dipercaya oleh masyarakat di sekitar desaku, yang terkesan ia seperti seorang “dukun”.. entahlah. Yang pasti sugesti dan kultus yang sudah berkembang di masyarakat adalah seperti itu.

Tak penting bagiku sekarang perkara “orang pintar” menurut masyarakat, yang ku mengerti adalah dia bukanlah orang gila yang seperti yang aku perkirakan selama ini. Dan menurutku dia Cuma menjalani kehidupan ini, dengan caranya sendiri.. dengan prinsipnya sendiri, dan aku tak mau mencampurinya. Karena pada dasarnya setiap kehidupan adalah tanggung jawab pribadi dengan Yang Maha Kuasa..

Mungkin dia ingin mengenang kembali dan menjalankan kembali gaya hidup “nomaden” seperti yang terjadi pada zaman dahulu..

Itulah tentang seseorang gimbal di Salaran.. sebuah istilah untuk pangkalan ojek tua dan usang di kampung halamanku.

9 komentar:

  1. Weish.... Enak bener jalan2 mulu gan :) salam kenal, baru mampir dimari ane gan :)

    BalasHapus
  2. . . orang gila ternyata orang pitar semacam dukun gitu?!? emmmmmmmmmmmmmm,, apakah dia gak punya rumah?!? trz anak istri nya gimana?!? . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya gak yakin kalo dia orag gila, tapi juga gak yakin kalo dia itu dukun...

      he'em... udah cerai, katanya ditinggal istrinya ke luar negeri...

      Hapus
    2. . . lha trz yakin nya dia orang apa loch?!? he..86x. ouwwwww,, begitu. lalu anak nya gimana?!? kok tega banget bapak nya ditelantarin gitu . .

      Hapus
    3. kayaknya cuma orang mbambung..... hehehe...

      anaknya juga gak tahu sekarang dimana.... mungkin durhaka... mungkin juga itulah kehidupan yang dipilih orang itu....

      Hapus
    4. . . yachhhhhhhhhh,, kasihan banget ya?!? anaknya gak tau balas budi. huhh . .

      Hapus
  3. pengamatan yang mendalam :)


    salam kenal ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebenarnya hanya karena penasaran..

      salam kenal juga... trims udah mampir..

      Hapus

Sebenarnya blog ini berisi catatan bebas, yang tak berarti apa - apa, jadi jangan terlalu diambil hati. Jika ingin berkomentar mohon berkomentar secara bijak. Suwun..