Halaman

Sabtu, 23 Juni 2012

Ditunda..


Kabar bahwa Mbak ku melahirkan sudah datang dari hari kamis, karena kelahirnnya cesar, aku memutuskan untuk berangkat ke Malang hari jum'at kemaren. Rencanaku naik kereta api seperti biasanya aku ke Malang.

Jum'at malem temanku nganter ke stasiun, jam 8 malem. Semarang gerimis, niatku mau berangkat dengan kereta Matarmaja yang biasanya berangkat pukul 10 malem.

Sampailah di stasiun Semarang Poncol, bagi yang belum tau di sekitar Stasiun Poncol adalah tempat mangkal wanita – wanita “sosial”. Jadi sepanjang jalan kalau kita tidak beruntung, bisa disuguhi pemandangan yang indah tapi agak tidak sedap dimata (bagaimana tidak, bodi mereka banyak yang udah gak karuan). Makanya Poncol ini dianggap sebagai tempat prostitusi kelas bawah.

Aku cuek dengan keberadaan mereka, karena bagaimanapun itu adalah urusan pribadi masing-masing yang kadang menimbulkan banyak benturan jika diperdebatkan. Yang penting gak meresahkan orang lain.

Masuk ke area parkir mbayar 1500. lalu aku langsung menuju loket.. Kayaknya sepi pikirku, kalo sepi biasanya dapet tempat duduk buat yang ekonomi.
Tapi perkiraanku meleset, begitu bertanya ke petugas loket “ Mas Matarmaja yang ke Malang masih ?”
“Habis..” gitu katanya
Wew... tuwas wes semangat.... jadi kecewa...

Sebenarnya bukan perkara kehabisan tiket, tapi lebih ke pelayanan kereta api yang sekarang “tambah” tidak ramah, bahkan ketika aku bertanya adanya untuk tanggal berapa,
Dia cuma jawab “minggu depan...” cuma gitu, tanpa menoleh...
“Tanggal berapa mas ?” tanyaku lagi...
“.........” meneng.... wis mentok.... cuma gitu.. dijawab dengan diam agak esmosi sebenarnya... darah muda, biasa... kayak dikomporin blue gas pake sumbu mercon...

Akhinya kutinggalkan loket “bisu” itu.. gak papa pikirku, mungkin belum rejekinya.. atau mungkin ada prosedur baru yang tidak aku ketahui, berhubung gaptek, dan kuingat – ingat terakhir kali naik kereta sudah hampir setahun lalu.

Keputusannya adalah keberangkatanku di tunda.. mungkin hari ini ntar sore, naik bis aja... Itupun kalo bejo... karena tadi malem aku sms agen bis yang di Gringsing :

“Pak, Handoyo arah malang malam ini ada gak ?”
“ Ada mas, ni siapa ya ?”
“ Saya Wito, saya pernah naik Handoyo lewat agenya bapak, tapi sekarang saya di Semarang, kira-kira sampe Semarang jam berapa ya, mohon diberi no agen Semarang.. trims”.
“........” diem... gak bales...... Dicuekin lagi ni pasti...
Apa gara – gara belum mandi, wong memang mandinya pas mau jum atan tok, sore mau mandi udah gak kebagian air... PDAM di kontrakan ku ngasih jatah 2 hari sekali... Hemmm.... Pilu..

Akhirnya ku kembali ke kontrak an, dan dolanan remi buat ngilangin stress, sambil berpikir.. Mungkin sekarang semua penumpang KA Matarmaja dapet tempat duduk, atau mungkin bisnya muter lewat Cilacap, jadi gak mampir ke Semarang....

Naik kereta api tut .. tut.. tut
Siapa hendak turut....
Ke Bandung … Surabaya...
Bolehlah naik dengan percuma... #percuma gak dapet tiket...

Kamis, 21 Juni 2012

Problema


Satu problema yang kuhadapi sangat rumit, hingga kadang aku harus merenung untuk memikirkan jalan keluarnya. Sejauh ini belum kutemukan cara penyelesaian yang terbaik..

antara cinta dan keluarga.. mungkin itulah satu judul yang cocok untuk menceritakan kisahku. Aku mencintai seseorang, yang tak disetujui oleh keluargaku. Alasannya adalah adat.. entah seperti apa kedudukan hukum adat di dunia ini, gampang – gampang susah menurutku.. kalo ada yang sesuai dengan keadaanku, aku setuju, tapi jika tidak, aku ingin berontak..

Wanita itu satu daerah dengan istri kakak ku.. dan oleh adat disana tak diperbolehkan kakak beradik menikahi wanita dalam satu daerah. Begitu kata kakak ku.. Meskipun aku tak setuju, aku selalu mencoba untuk tidak apatis dengan perkataan mereka.. selalu ku coba menimbang dan mencari kebenaran...

Suatu hari sehabis idul fitri.. semua keluargaku berkumpul.. sebelumnya aku tak tau apa maksud semuanya. Hingga akhirnya aku mengerti bahwasannya musyawarah itu adalah untuk melarang ku berhubungan dengan wanita yang kucintai..

Sungguh perih hatiku tersayat waktu itu, entahlah... Karena aku mungkin mencitainya dan dia mencintai aku.. Semangat hidupku kian surut, jadilah aku seorang yang mbambung.. tak peduli cuek.. aku cuma haus akan ketenangan.. dan kebenaran..

Gunung demi gunung ku daki, sebagai pelampiasan rasa ketidak puasanku atas keadaannku.. Pikiranku cuma satu waktu itu, Andai saja aku mati di gunung, maka aku tak akan menyesalkannya.. Tak ada yang ku takutkan.. bahkan kematian sekalipun..

Hari terus berganti.. tak terasa 3 tahun sudah hubungan kami, karena kami terus berhubungan meskipun tak ada yang tahu, bahkan keluargaku. Entah apa yang ku pikirkan pada saat itu, yang pasti aku mencintainya.. dan aku percaya bahwa kalau jodoh aku pasti dapat bersanding dengannya.. meski begitu aku tak pernah sekalipun membenci keluargaku.. biarlah mereka berjalan pada pikiran masing – masing.. aku tak akan menikah tanpa persetujuan mereka, dan aku tak akan menikah dnegan orang yang tidak aku cintai..

Biarlah waktu mencatat semuanya.. setiap rasa dalam detik kehidupanku.. hingga suatu saat nanti Allah akan berttindak.. Aku tahu Dia mengerti yang aku butuhkan, bukan yang kuinginkan..

Kepasrahan – demi kepasrahan semakin menghempaskan ku ke sudut sepi di kota yang ramai ini.. terlalu lama aku pergi.. benarkah aku adalah orang yang pengecut untuk mengutarakan cinta ?.. akh.. biarlah mereka berkata.. biar mereka bicara.. toh angin akan menelan semuanya... karena mereka tak tahu apa sebenranya yang kurasakan... entah sampai kapan....

Ndaftar Kuliah


Kemaren sore Keponaanku ke Semarang, mau ndaptar kuliah katanya, tapi milih tempat kuliah yang murah, tidak pusing, santai dan bisa lulus.... Pye jal.... Akhirnya tak rekomendasikan satu tempat kuliah yang sesuai dengan kriterianya. Kemaren seharusnya saya nganter dia ndaptar, berhubung saya sibuk golek upo, akhirnya tak kenalkan temanku yang sudah kuliah di situ. Rencanaku tak suruh nganter hari ini kalo jadi mau ndaptar.

Akhirnya kami ketemuan, ponaanku cewek, rada manja, umurnya 18 tahun. Sesampainya di tempat ketemuan ngobrol deh panjang lebar.. Ditanyai perkara macem – macem sola kuliah ditempat itu, dan kemudian diceritain asal usul kampus tersebut, dari macem – macem biaya yang terjangkau, jam kuliah, trus pokoknya pirang – pirang crit an..

Akhirnya ponaanku setuju besuk dianter temanku ke kampusnya untuk mendaptar, akhirnya kami pun pulang (karena ketemunya di kost teman ponaanku yang kerja di Indomaret), setelah mereka tuker – tukeran no Hp. Wuih... jangan – jangan sms nya “have a nice dream”... haha kaya cah nom wae.

Sampe kontrak an ku basah kuyup, karena gak bawa payung dijalan hujan, mandi mandi bentar. Trus siap – siap mau tidur.. Eh ada sms masuk..

Lek nyong ora sido ndaptar, domongna mas nor esok kon usah marani” (baca: Om saya gak jadi daftar, bilangin Mas Nur besok gak usah jemput)

Djuh.... dasar anak – anak, mbulak mbalik pikirane... yo wes lah.. mungkin itu yang terbaik, daripada kuliah tapi gak ikhlas, jadi gak Bhineklas Tunggal Eklas malah bahaya.. Dengan terpaksa aku sms Mas Nur, kalo ponaanku masih ragu.
Dia maklum karena udah gede “Cah enom brow, wong awak e dewe yo kadang iseh grusah – grusuh, iseh mending wani ngomong, timbang ngempet”..gitu katanya...

Sebenarnya ponak anku itu mau dikuliahin di Malaysia, biayanya udah ada yang nanggung, yaitu orang Malaysia, majikan ibunya yang kerja sebagai TKW. Awalnya dia berminat, tapi mungkin karena Malaysia suka ngeklaim “barang” nya tetangga, mungkin jadi males mau kuliah disana, walaupun alasannya lebih karena dia gak bisa ngomong Bahasa Inggris. Ngertinya cuma ai lap yu, yu lap ai, ai en yu lap – lapan...

Guru : apa bahasa inggrisnya kucing..
Murid : kett...
Guru : kalo kucing banyak bulunya ...
Murid : .....???
Pak bon : ket mbiyeeeeeeeeeeennn...
Guru & Murid : ....$*%#&???....

Senin, 18 Juni 2012

"Ketotol...."

Si Budi (tengah)

Pagi-pagi di kantor sudah disuguhi cerita memilukan temanku. Setelah tak timbang-timbang cocoknya mungkin pake judul KETOTOL (sejenis keblondrok dalam bahasa jawa ). NAH bagi yang belum paham tentang istilah kampung ku “ketotol”, beginilah ceritanya:

Hari sabtu kemaren temanku pergi mendaki Gunung Ungaran, (Bandungan Semarang). Sebenarnya itu adalah acaranya teman – teman sekantornya Mas Agus, saya sebenarnya mau ikut, tapi berhubung ada ponak an yang mantenan jadi harus membatalkan acara tersebut.

Awal perencanaan menurut temanku Si Budi dari gua Batu (si pencerita) sebenarnya dia adalah sebagai guide, karena Si Budi ini akhir-akhir ini menjadi cukup berpengalaman dalam acara oyak -oyak an akeh – akehan muncak gunung, yang diselenggarakan oleh kami berdua bertempat di hati masing – masing. Nah karena kemaren orangnya sedikit, (karena saya tidak ikut) maka teman ku Si Budi mengajak teman kampus nya (2 Orang) dan konco dolan (1 Orang).

Pendakian pun dimulai, berangkat sabtu sora (entah jam berapa), menggunakan Pick Up sewaan bos e kantor Mas Agus, berangkatlah mereka dari markas Argapala di Kesatrian Jatingaleh Semarang, menuju base camp gunung Ungaran (Mawar. Sidomukti, Jimbaran). Mengalami proses registrasi dengan agak mangkel (karena memang setahu saya para penjaga base camp ini tidak ramah sama sekali, itulah satu – satunya alasan kenapa saya malas kalo muncak gunung Ungaran).

Setelah istirahat mulai start dari base camp agak malam (Gunung Ungaran tidak terlalu tinggi sekitar 2050  Mdpl) agar tidak kedinginan kalo sampe puncak terlalu malam. Pendakian biasanya memakan waktu 4 – 7 jam, dan Gunung Ungaran biasanya sebagai ajang pendakian pemula sekaligus rekreasi. Cuma yang perlu diwaspadai di Gunung Ungaran sering terjadi badai (karena mungkin puncaknya tidak berada di atas awan melainkan pas di awan) dan puncaknya hampir selalu berkabut.

Ceritanya wong sakrombongan selesai muncak, turun gunung dengan keadaan happy on the way.. Setelah itu Mas Agus ngomong sama Si Budi (yang sebenarnya adalah adiknya) bahwa teman – temannya disuruh iuran 30 rebon buat bantu transport... Mumetlah Ndase Budi, mau narik i ora penak, kok ora ngomong ket wingi, tuwas wes ngomong gratisan.. (enak temen jaman saiki)...

Akhirnya dengan rasa Bhineklas Tunggal Eklas, Budi “ketotol” karena udah ngajak, maka dia mbayari 3 orang temannya... Wuihh... akhir yang menyedihkan, buat dia, walaupun temen – temennya asik nguya – ngguyu tanpa beban. Tapi saya akui, leadership Si Budi ini luar biasa, saya paham karena berkali – kali sudah muncak bareng Budi. Berbagai masalah pasti dapat diatasi walaupun kadang – kadang harus “Ketotol”... hahaha..

Tetap semangat Mas Bro.. Jangan takut “Ketotol” lagi kapan – kapan, karena kesuksesan selalu butuh pengorbanan.. hahaha.... MESAKKE..

Sabtu, 16 Juni 2012

Telat


Waktu menunjukkan pukul 06.12, ketika aku terbangun. Udara pagi membuatku malas beringsut dari pembaringan yang hangat ini. Perlahan kuletakkan hp ku di tempat semula.
“Akh.. masih pagi, Ntar ah.. jam 7 aja bangunnya...” pikirku.

Akupun memejamkan mataku lagi sejurus kemudian dan kembali mrungkel ke dalam sarung yang tipis itu.. dan.. terlelap.

…...............

Matahari seakan menembus ruang tidurku, terang sekali, sejenak aku terpaku dalam pejamnya mata, kemudian tersentak. Kulihat hp, 08.15.. waduh... aku terlambat, padahal kerjaku jam 08.00.
Segera aku bangun, berjalan keluar dengan langkah gontai, kuambil handuk segera, masuk ke kamar mandi.. tapi..
Dasar sial.. Mas Indra juga terlambat, dia masih mandi, selesai deh.. wong dia kalo mandi seperti cewek... suweeee.... aku duduk lagi, kemudian berdiri memeriksa motor di depan, ku cek pelan – pelan sambil memikirkan alasan ke bos kenapa aku terlambat.
Ban.. Oke, kuperiksa tangki bensin.. ups.. harus beli bensin pula... tambah waktu nih...

…......................
Orang – orang sudah sibuk dengan aktivitas masing -masing, waktu kulihat pukul setengah sembilan, aku masuk ke kamar mandi, mandi secepatnya.. hari ini hari sabtu, pulang kerja jam 13.00, masak aku berangkat jam 09.00, gak enak sama bosnya, mana aku gak pernah terlambat lagi..
09.05 aku selesai, cukup untuk membersihkan sedikit kotoran dan bau yang menempel di tubuhku, walaupun aku yakin kalo sebenarnya masih banyak sisa keringat di tubuhku. Ku angkat hp, niatku mau sms bosku bilang kalau aku terlambat...
Tuuutt... sms ku gagal, aku langsung tanggap, ku cek pulsa *888#.. “sisa pulsa 25 rupiah”..
Duhh.. apes banget ni hari...Tapi aku masih belum menyerah..

…...

Selesai ku berpakaian, kusabet tas yang cemanthel di paku di dinding sebelahku, kukenakan jaket, kemudian helm, tak lupa ku masukkan hp ke dalam saku. Kulirik jam, 09.35... Kuambil kunci motor segera..
Ku pancal stater GL PRO itu, aku harus menjemput Budi juga padahal, belum beli bensin... Ah... cuek aja.. ku pacu motor agak ngebut, berhenti di bakul bensin eceran.. 1 liter = 5500... wuih...

Kemudian berangkat, kurasa aman sudah, semoga tidak ada apa – apa dijalan, semoga tidak mogok, semoga bos belum datang ke kantor... itulah doa – doaku...

Dari jalan besar, masuk ke gang, niatku mau ambil jalan pintas... beberapa menit kemudian... ' jalan ditutup, ada perbaikan'... wisss... cocok sego endog... udah telat tambah telat sisan....
terpaksa aku berbalik arah.... kembali ke jalan besar... ambil jalur melingkar..

Aku mau nyeberang...

tiba – tiba.....

Praakk.......

Aku kaget... aku masih tersadar...
Woooiii.. Tangiiii... wis jam 7.... kata Mas Indra sambil nyampar kipas angin di dekat kepalaku...

Alhamdulillah... cuma ngimpi terlambat.....

Jumat, 15 Juni 2012

Matarmaja IV

Saat itu bulan Juni tahun 2008...

Aku beringsut dari tempat tidur, waktu menunjukkan pukul 06.30.. Tapi suasana seperti masih sangat pagi, matahari belum menampakkan sinarnya, udara dingin Desa Tlogosari menusuk tulangku.. Kampung halamanku di Jawa Tengah sudah dingin, tapi disini lebih dingin lagi...

Kuayunkan langkahku menuju kamar mandi, sebenarnya aku nerves ketemu sama keluarganya Mbak Sus, wong aku nggak terlalu paham bahasanya waktu itu.. Aku cuma tersenyum waktu lewat diantara mereka yang sedang sibuk memasak di dapur, ada Mbak Sus dan Emak Supar dan Mbok Njas, sedangkan Mbah Tun tidak kelihatan, Pak Slamet juga tidak ada.
Agak ragu juga ketika mau keluar dari kamar mandi, jujur waktu itu aku takut ketemu orang.

Tiga gelas kopi hitam tersaji di meja ruang tamu, rumah tembok yang megah itu semakin membuat hawa dingin.
"Kopine Wit..." kata Mas ku membuyarkan lamunanku,
"He'em.." jawabku..
Memang setiap pagi Mbak Sus selalu membuatkan kopi, bahkan ketika 2 tahun kedepan aku menjadi bagian dari keluarga mereka, aku dilayani dengan baik.. Itulah kadang hal yang aku rindukan sampai saat ini.. Kopi di pagi hari dan sebatang rokok BMW yang saat itu harganya 4 ribu.

.....................

Mas Ku sudah berubah.. pikirku.. Dulunya dia adalah orang yang malas, sekarang dia lebih rajin, mungkin karena tanggungannya.. Aku ingat pada waktu itu, aku tak pernah akrab dengan Mas ku sebelum itu, aku menghormatinya, sedikit banyak timbul kekaguman dalam hatiku terhadap prinsip - prinsipnya, walaupun hanya kutahu dari tulisan - tulisan yang ku baca..

Mas Ku lebih sering hidup nomaden daripada dirumah, merantau, hingga pada saat itu aku masing SMP, aku ingat ketika Mas Ku ditunangkan dengan Gadis tetangga desa, anaknya seorang kepala desa, yang notabene masih satu buyut dengan keluarga ibu ku. Entah apa Mas Ku benar - benar mencintainya, aku tak terlalu memikirkannya waktu itu.
Hingga suatu hari kulihat wajahnya memancarkan sesuatu yang berbeda. Saat itu Mas Ku berangkat ke Malaysia, merantau untuk mencari modal untuk menikah, katanya..

Hingga suatu hari aku mendengar kabar bahwa Gadis itu di nikahkan dengan orang satu kampungnya. Entah bagaimana ceritanya kok pertunangan itu bisa dibatalkan. Saat itu aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Mas Ku. Dan entah bagaimana orang - orang memberitahu Mas Ku tentang hal itu.

2 tahun Mas Ku berada di Malaysia, kemudian pulang dan melamar Mbak Sus yang dikenalnya di Malaysia juga. Saat itu sebenarnya aku ingin sekali ikut, tapi karena keterbatasan mobil jadi aku ditinggal, tidak apa - apa.. aku menunda hoby touringku saat itu.
Begitupun saat Mas Ku menikah disana, aku cuma bisa mengucapkan selamat via SMS, itupun pinjam hp temanku. Tak apa.. pikirku, apalah arti ucapan seorang anak kecil.

Selama itu aku tidak pernah berbincang dengan Mas Ku, di Malang, inilah kami mulai berinteraksi, kami merasa cocok.. Apalagi ditambah hadirnya Angga.. Membuat ku merasakan ada ikatan batin dengan bocah itu. Sampai saat ini aku masih sering merindukan Angga, cerianya, kadang saat ia diam mendengarkan ceritaku. Dan ketika ngamuk karena minta sesuatu...
Hmmhh... Sekarang dia hampir punya adik.. kadang aku khawatir kalau ia tak lagi diperhatikan.. tapi semoga ia tetap baik - baik saja..

bersambung....



Jumat, 08 Juni 2012

Kangen & Pipis

18+
Manusia itu tidak bisa lepas dari rasa kangen, walaupun kadang ditahan - tahan sampai tidak tahan, disimpan - simpan sampe gak muat.. eh ujung - ujung nya harus ketemu juga. Dan kangen itu seperti menahan pipis, ditahan - tahan, udah ketemu wc di keluarin, habis itu gak ada sehari datang lagi tuh HIV (Hasrat Ingin Vivis), dan harus di keluarin di wc pula. dan seterusnya akan begitu.

Begitupun yang sedang aku rasakan, biasanya setiap 3 bulan aku bertemu dengan pujaan hati, ini udah lebih dari tiga bulan belum ketemu - ketemu. Jarak antara aku dan dekne memang jauh, aku di Semarang dan dekne di Malang, lumayan jauh untuk ukuran jalan kaki. Kemaren - kemaren pas kerjaanku masih bebas, alias prelen, aku masih seenaknya bisa ngunjungi dekne, tapi sekarang berhubung aku sudah kerja sama orang otomatis tidak bisa seenaknya ketemu dekne. Paling - paling omong - omongan lewat telpun ngalor ngidul ora genah, itupun ibarat nguyahi banyu segoro, alias percuma karena kangen e gak hilang malah tambah  nemen.

Untung dekne ngerti kesibukanku , jadi sama - sama ngempet. Sampai - sampai kadang aku mikir, Gimana kalau kangennya dialihkan ke yang lain,.. tapi tak pikir - pikir, sama seperti orang pipis, kalo pipisnya sembarangan malah repot, harusnya di wc, pipis di bak mandi terus masa mau mandi pake air pipis, pipis di tembok, iya kalo gak ada ulet nya, kalo pas ada ulet nongkrong disitu padahal gak ada air, terus "itu" nya diuseg - usegno di tembok, pas kena yang nongkrong tadi rak bisa tambah berabe #bayangno.. 
Kalo dialihkan di kebun wong di kota itu sudah jarang kebun, kalopun ada ntar dinyek sama Werok, masak manungso kalah sama werok, werok aja punya wc pribadi (biasanya di sepatu - sepatu yang diparkir di belakang rumah). Nah paling repot kalo mipisi anak e tanggane, trus digugat ke pengadilan, dihukum paling 3 bulan, tapi barang bukti yang buat mipisi tadi harus di sita. Pye jal... ?

Makanya lebih baik ngempet dulu, dari pada sembarangan, sambil di kurangi dengan telfon - telfonan, biar agak lego. Ntar kalo ketemu di entek -entekno gak popo.. 

Sabar yo ma... aku yo kangen.. hehehe...

Rabu, 06 Juni 2012

Masjid Limpung

Sejenak aku terpaku, menatap gerimis sore hari yang sejuk. Pohon - pohon palem menjulang tinggi dengan gagahnya, seakan membentengi Rumah Suci tempatku berteduh. Gunung - gunung berjajar rapi di sebelah selatan,, hemmh.. sungguh karya agung. Betapa sempurnanya seakan dunia ini.

Seonggok rumput hijau kecoklatan terhampar di pojok nan luas, berhiaskan tiang -tiang beton tak berlampu, atau mungkin telah rusak oleh tangan - tangan kotor pengunjungnya. Lalu lalang gemuruh kendaraan menambah hiruk pikuk kota kecil yang sejuk di sore hari dan terasa panas di siangnya.

Kemudian orang - orang berdatangan memasuki pelataran rumah nan agung ini... hufftt... Ku hela nafas panjang, menerka apa yang sebenarnya mereka pikirkan, sembari ku matikan ujung rokok yang panas, dan mencoba menyamakan maksud kedatangan mereka disini.

Tetap tak kutemukan.. karena aku hanya ingin mencairkan isi hati yang seakan lesu... Seperti biasanya..

Minggu, 03 Juni 2012

Matarmaja III

Aku berjalan pelan menuju pinggiran jalan. Menanti beberapa lama dan kemudian datanglah yang aku tunggu. ABG, yang siap ku tumpangi dan mengantarkan aku ke terminal Gadang. Kami berdua masuk ke dalam angkot berwarna biru itu. Berjalan menyusuri kota Malang yang belum seberapa padat, melewati sebuah jembatan yang kata orang jembatan kali Brantas, kemudian sebuah fly over di dekat stasiun kota Lama yang tadi aku lewati. Jujur aku bingung dengan arah mata angin di sini, mana utara, selatan barat dan timur.
 ......
10.45

Aku turun di depan terminal yang mirip pasar itu, terminal Gadang, sungguh seperti pasar. Kemudian aku ditunjukkan arah menuju perhentian bis yang biasa nge tem. Sisi selatan, kata orang - orang disitu, walau menurutku itu adalah sisi utara. Satu persatu ku baca tulisan di kepala bis yang berjajar ke belakang. Malang - Dampit, Malang - Blitar, Malang - Tumpang, dan ... inilah yang ku butuhkan untuk mengantarkan ku ke tempat yang ku tuju, Malang - Lumajang.

Perlahan aku mulai menaiki tangga bis yang satu itu, Tak lupa kardus yang ku tenteng itu selalu ku periksa, takut kalau hilang, eman - eman. Tak berapa lama bis pun berangkat, sudah capek rasanya, badan pegel - pegel, keringat mliket, tapi tetep ngantuk. Seorang membawa nota kecil menepuk bahuku, yang belakangan aku ketahui bahwa itulah kondekturnya.
" Nandi mas".. tanyanya dengan logat Malang yang kental.
" Pal Daplang, " kataku sambil menyerahkan selembaran uang lima puluh ribuan.

Aku agak terkejut ketika menghitung kembalian nya, 9 ribu per orang, untuk perjalanan yang akan ditempuh selama 2 jam... Murah sekali, pikirku. beberapa hal yang aku temui biasanya seorang kondektur akan menarik tarif lebih mahal kepada orang yang "tak biasa menumpang", karena logat ku logat Jawa Tengah. Sebuah apresiasi tersendiri dalam hatiku untuk para pelaku transportasi di daerah sini.

Sudah lebih dari sejam aku menaiki bis ini, tapi belum sampai juga kata kernetnya yang aku tanyai dari tadi. Prinsipku sekarang adalah " Sering - sering bertanya, pas pada tujuan". Sebuah pemandangan membuyarkan lamunanku, begitu indah kulihat gunung Semeru menantang di sebelah timur. dengan sebagian besar berpasir, dan sesekali mengeluarkan asap seperti orang merokok. Betapa angkuhnya ia, apalagi di dukung dengan cuaca yang pada hari itu sangat cerah.

Aku terus memandanginya, meski sesekali terhalang pepohonan di pinggir jalan yang semakin meliuk - liuk bagai penari perut itu. Jalan dari Dampit ke Pal memang mengerikan buatku yang pertama kali merasakannya, banyak tikungan tajam dan sempit, untuk menyalip sangatlah susah, apalagi yang lewat disitu adalah truk - truk pengangkut pasir. Bila bertemu kendaraan besar salah satu harus berhenti.

Belum selesai ketakutanku, kulihat sebuah truk terguling di sisi sebelah kanan, truk pengangkut tebu. Hufft... aku menarik nafas perlahan, berharap semuanya baik - baik saja.

.....

12.50
"Pal - pal... siap - siap.." terdengar teriakan kernet di pintu depan. Akupun bersiap - siap, begitupun dengan Nadi yang sedari tadi tampak gelisah. Jantungku agak deg - degan juga, bagaimana sambutan keluarga kakakku nanti. Bis pun berhenti, Kami turun. Didepan kami sudah menyambut kakak ku beserta istrinya dan seorang bocah kecil dalam gendongan. " Angga" perhatianku justru terfokus padanya. baru kali ini aku melihat dengan sungguh - sungguh bocah kecil itu, selain pada waktu bayi. Bocah kecil yang kelak menemani hari - hariku selama dua tahun...

Seulas senyum terutas dari bibir mereka, kemudian kami bersalaman, Mas ku yang tampak masih berwibawa seperti dulu, namun kini menjadi lebih dewasa, mbak Sus yang terlihat semakin manis, Angga yang bingung tak tahu aku Om nya. Hemmh.. Suasana itu membuatku terharu..
Aku masuk rumah yang besar dan berwarna putih itu, sungguh rumah yang indah, dengan balkon setengah lingkaran di tiap - tiap terasnya, sebuah counter hp di bagian depan, meski hanya dengan sebuah etalasse kecil. Sebuah garasi yang dipenuhi dengan barang - barang rongsokan, dan sebuah Mitsubishi tua berwarna hijau dengan kepala cunong. Klasik.

Aku duduk di sofa berwarna merah hati, setelah bersalaman dengan seluruh keluarga, Pak Slamet, Mak Supar, Mbah Tun, dan kemudian Mbok Njas yang agak cacat kakinya, kemudian datang Cak Tris, Sopirnya Engkel Mitsubishi milik Pak Slamet tadi, yang bicaranya agak susah dan  pendengarannya agak kurang.

Ku Sruput kopi yang masih panas itu, kopi seperti yang selalu ku rindukan, kopi khas Malang buatan sendiri yang sangat enak. Dan pada saat itu aku tak sadar, kopi itu yang akan menemaniku untuk 2 tahun kedepan, karena inilah awal sebuah kisah yang akan selalu ku ingat..
Malang... aliran darahku berdesir ketika menyebutnya. Sejuta kenanganku tertinggal disana..