![]() |
diatas kawah |
Impianku untuk mencapai puncak
tertinggi Jawa Tengah telah terwujud, tanggal 7 dan 8 juli kemarin,
pendakian bersama rekan – rekan pecinta alam dari Kaliwungu Kendal
berlangsung lancar. Alhamdulillah... Saya dapat mencapai puncak
Slamet, yang menurut saya treknya tidak lebih sulit daripada Gunung
Sumbing, Gunung tertinggi kedua se Jateng itu.
Walaupun kaki masih terasa pegal –
pegal tapi saya selak ora sabar pengen menulis pengalaman mendaki
Gunung Slamet itu, meski saya tahu banyak dari para pembaca yang
sudah lebih berpengalaman daripada saya yang notabene pendaki pemula.
Apalagi Om Rawins yang mungkin sambil merem pun sudah hapal jalur
pendakian Gunung Slamet ini.
Saya ber 5 berangkat dari Semarang
habis magrib hari jumat tgl 6, kemudian berkumpul di base camp TEGAR
di Kaliwungu sebelum melanjutkan perjalanan ke base camp pendakian
Bambangan di Kabupaten Purbalingga menggunakan truk. Setelah
berkenalan dengan beberapa rekan – rekan baru dari Kendal itu kami
berangkat ke Purbalingga, pukul 19.30. Saya bersyukur karena naiknya
truk, coba kalau naik bus, pasti saya mabok duluan.. biasanya seperti
itu.
Meski begitu, ternyata ada yang lebih
parah dari saya, yaitu Budi, rekan saya dari Argapala ini tetap saja
mambuk meskipun naik truk, untung gak sampe muntah – muntah..
Akhirnya dia hanya terdiam membisu di dalam truk yang diisi sekitar
20 orang itu.
Pukul 11.00 kami sampai di base camp
Bambangan Purbalingga, dan akhirnya menginap di base camp sebelum
memulai pendakian esok harinya.
Udara dingin musim kemarau sangat
terasa pagi itu, jam 05.00 ketika saya terbangun untuk sholat, dan
parahnya di Bambangan ini air sangat sulit ditemukan pas musim
kemarau, di masjid pun air wudhu mulai habis, untung saya masih
keduman, meskipun sedikit dan dingin.
Saya mulai membayangkan bagaimana
kondisi di atas gunung nanti, wong di kampung saja sudah sedemikian
dingin, dan kondisi tubuh saya sedang kurang fit waktu itu, batuk –
batuk ngikil. Sampai – sampai saya pesimis untuk melakukan
pendakian pagi itu.
Pukul 08.00 kami sarapan bersama, se
pil bodreg flu dan batuk terpaksa saya telan dengan harapan batuk
saya sembuh, walaupun tidak demikian kenyataannya, justru setelah
saya nguntal pil itu batuk saya malah berkurang, alhamdulilah..
Sekitar pukul 09.00 kami memulai pendakian. Berjalan sedikit di aspal
dari base camp sampai gapura bertuliskan pendakian jalur bambangan
atau semacam itulah (kebetulan saya lupa tepatnya). Kemudian
menyusuri ladang penduduk...
Babag pertama pendakian itu membuat
saya kelelahan, nafas sulit diatur, karena hidung saya pilek, ambegan
pake mulut malah membuat napas ngos – ngosan.. akhirnya saya agak
sedikit menjauh dari teman – teman yang berjalan didepan saya..
selain karena debu beterbangan, sebenarnya lebih karena saya tak bisa
mengimbangi langkah mereka..
Sampai di hutan cemara saya sudah dapat
mengatur napas, dan kini dapat menyalip teman – teman yang lain.
Saya berjalan agak didepan, tak beberapa lama sampailah di pos
pertama, kalo gak salah namanya pondok Gembirung. Ada rumah dari
seng, bisa buat istirahat sementara sambil menunggu teman – teman
dibelakang.
Setelah semuanya sampai dan
beristirahat, kami melanjutkan perjalanan, melewati pos II, kemudian
pos III, pos IV dan akhirnya sampai di pos V sekitar pukul 16.00.
Nama pos disini unik -unik , ada Sangyang Rangkah, Sangyang Wendit,
Sangyang Ketebunan dan apa lagi saya lupa.
Setelah semuanya datang, kami
memutuskan untuk mendirikan kemah di pos ini. Namun sayang,, mata air
kering di musim kemarau, padahal itulah yang pendaki harap –
harapkan.
Hari itu pendakian ramai sekali, ada
yang dari Purwokerto, Purbalingga, Pekalongan, Bekasi, dan banyak
lagi, jadi Pos V terlihat seperti bumi perkemahan.
Malam harinya saya tidak bisa tidur,
entah kenapa padahal biasanya saya paling semrangat kalau urusan
tidur meniduri. Dingin yang ku bayangkan di bawah tadi tidak
terbukti. Karena pos V tak sedingin yang ku bayangkan. Tapi tetep
saja butuh api unggun untuk membuat badan hangat.
Pukul 21.00 saya masuk tenda,
tiduran... pukul 22.30 keluar tenda.. gak bisa tidur... akhirnya cari
kayu buat api unggun.. Meski agak merinding rasanya pas nyari kayu,
tapi tetep saya positif tingking, berfikir bahwa semua yang disitu
adalah makhluk Allah, selama kita beriman Allah akan melindungi kita.
Api unggun sudah menyala... saya hanya
berdua dengan pendaki dari Purbalingga malam itu, meski tak berapa
lama keluar pendaki – pendaki lain yang ingin ikut menikmati
kehangatan sang api.
Sayup – sayup saya mendengar suara
gamelan, agak jauh sepertinya, tapi jelas sekali ada irama orang
nyinden juga. Kulihat waktu pukul 02.00, sedangkan teman – teman di
perapian masih asik – asik senda gurau. Pikiran saya jadi kemana
-mana.. sembari meyakinkan telinga saya bahwa saya “benar –
benar” mendengar suara itu. Saya telusuri setiap arah dengan logika
saya. Memastikan dimanakah sumber suara itu...
Dan akhinya antara berani dan takut,
saya berkeliling pos V yang tak terlalu luas itu, tujuannya adalah
mengetahui dari mana suara sinden dan gamelan itu,. Saya agak lega
karena suara itu tiba – tiba tak terdengar lagi,. Kembalilah saya
ke samping api unggun, dimana sekitar 4 pendaki disitu. Saya duduk di
rerumputan di pinggir api unggun, sesaat kemudian s
sayup – sayup suara sinden dan
gamelan terdengar kembali..
Jadi merinding semua bulu kuduk saya.
Saya putuskan kemudian ingin kembali ke Tenda, walaupun kemudian
teman – teman saya bangun semua untuk melanjutkan pendakian menuju
puncak. Saya tak jadi masuk ke tenda, takut sendirian.. hii..
Pukul 03.00 kami bersiap untuk
melanjutkan pendakian.. agak lupa saya dengan suara – suara tadi,
karena memang sudah tak terdengar lagi. Setelah bersiap dan berkemas
kami melanjutkan pendakian. Tas Carrier kami tinggal, karena ada yang
jaga.
Melewati beberapa pos, kemudian sampai
di pelawangan... batas vegetasi dan bebatuan, matahari sunrise hampir
terlihat, Sindoro Sumbing terlihat cantik sekali menyembul diantara
awan – awan putih berbatas dengan langit keemasan.
Kami lanjutkan perjalanan, mendaki
bebatuan, mirip di merapi..
Sebelum sampai puncak sunrise sudah
nampak, kepala agak puyeng, telinga rasanya mau pecah, nafas tak
beraturan, lidah rasanya kelu. Saya beristirahat sejenak, sembari
menunggu cuaca agak hangat, sambil mengumpulkan kesadaran lagi..
teman – teman masih jauh dibawah saya, sedangkan di atas sudah ada
1 orang rekan.
Setelah cukup istirahat dan agak
hangat, pusing juga sudah berkurang saya melanjutkan perjalanan..
Pukul 06.00 sampailah saya di puncak. Alhamdullilah... Pemandangan
padang kerikil, batu dan pasir mengelilingi sebuah lobangan kawah
ditengan puncak gunung ini. Luar biasa... puncak tertinggi Jawa
Tengah berhasil saya naiki.
Setelah puas menikmati semuanya kamipun
turun kembali, tujuannya adalah Pos V dimana kami camp tadi. Sekitar
1 jam saya turun sampai Pos V, agak berlari sih, tapi gak papa...
Saya pengen cepet – cepet sampai dan tidur sebelum teman – teman
datang.
Ketika sampai disitu sempat terbayang
lagi suara – suara semalam, tapi segera ku tepis... positip
tingking wae lah...
10.30 kami turun.. saya berjalan paling
depan waktu itu karena ada urusan “ngempet”... tujuan saya
selanjutnya adalah WC di base camp... Setengah berlari kami menuruni
gunung Slamet, bersama saya seorang pendaki dari Kendal berjalan
cepat.. seperti gak punya udel...
Akhirnya pukul 12.15 kami sampai di
base camp, dan alhamdulillah air sudah habis semua, bahkan untuk cuci
muka sudah tidak ada.. terpaksa ngempet... kemudian kami mencari mata
air di kampung sebelah yang jaraknya sekitar 2 KM... waduw... kaki
rasanya nyut – nyut..
Pas sampai harus antre karena ada ibu –
ibu lagi mandi. Meskipun akhirnya saya mandi juga (tapi gak mandi bareng - bareng lho)...
Sampai di base camp lagi beberapa tema
kami sudah ada yang sampai. Kemudian makan – makan sambi menanti
teman – teman yang lain....
Pukul 15.00 semuanya sampai, kemudian
mereka makan dan bersiap – siap pulang ke rumah...
Pas mau pulang tak sengaja saya
mendengar perbincangan dari tim pendaki lain yang baru sampai..
“Jam piro mas”...
“Embuh... hape ku mati... gara –
gara mau bengi nyetel Gending Jowo lali ora tak pateni nganti isuk...
asem og...”..
Akhirnya terjawab sudah teka – teki
suara gending itu...
iyo kang pakies... tak pikir - pikir yo sangkin awaku greges...haha..
BalasHapuskalo om rawins naik mbek, jadinya rebutan ma citra dong...???
saya aslinya Batang, Jateng. tapi ndek malang suwe kang.. tepatnya di Pal daplang tirtoyudho.. sampean nek nang lumajang mesti lewat ngarep omah.. omahku sakdurunge koramil tirtoyudho kiri jalan (kalo arah ke timur) nggon lapak rosok an sing ngarepe ono warung bakul gedang 2..
sopo iku kang pakies.. durung kenal...
gunung slamet, 10-10-90...
BalasHapuscinta pertamaku pergi untuk selamanya
di samarantu
di pangkuanku
hipotermia...
kalo dengar suara gamelan atau ribut seperti pasar
cobalah untuk telanjang bulat dan lihat apa yang kemudian tampak...?
saya udah baca blog njenengan yang menceritakan sisi - sisi kehidupan yang njenengan alami. bahkan karena itu saya pengen naik gunung slamet...
Hapuswaduw.... apa ya yang tampak #tidak bisa membayangkan...
medannya termasuk enak lah, kecuali plawangan ke atas
Hapusperasaan lebih berat sumbing atau ciremai..
belom pernah ke ciremai... kalo sama sumbing rasanya emang berat sumbing, cz gunung kembar... hehehe... piss..
Hapus